BeritaPalembangSerba Serbi

Membaca Lukisan Fir Azwar Yang Semakin Liar dan Ekspresif

5
×

Membaca Lukisan Fir Azwar Yang Semakin Liar dan Ekspresif

Sebarkan artikel ini

Palembang | DBN.com

Di tengah riuhnya dunia pendidikan dan kesenian Sumatera Selatan, nama Fir Azwar muncul sebagai sosok yang tak bisa didefinisikan hanya dalam satu kata. Ia adalah pencipta lagu, penyair, pelukis, sekaligus pendidik yang menjadikan ekspresi sebagai jalan hidup. Karya-karyanya, baik dalam bentuk musik maupun visual, adalah cerminan dari perjalanan batin yang terus bergolak—dari yang tenang dan reflektif, hingga yang liar dan penuh ledakan emosi.

Dari Nada ke Kanvas Evolusi Ekspresi

Fir Azwar dikenal luas sebagai pencipta lagu-lagu daerah yang sarat makna, seperti Bidar Melaju dan Lenggang Zapin Palembang. Namun, di balik komposisi musikal yang lembut dan penuh tradisi, ia menyimpan dunia lain yang lebih liar: dunia lukisan. Sejak aktif kembali melukis pada 2019, Fir menunjukkan transformasi gaya yang mencolok. Lukisannya tidak lagi sekadar representasi visual, melainkan ledakan energi yang mengalir bebas di atas kanvas.

Warna-warna yang dulu tenang kini meledak dalam kontras tajam. Garis-garis yang dulu rapi kini tampak seperti jejak emosi yang tak tertahan. Ia melukis bukan untuk menyenangkan mata, tetapi untuk menggugah kesadaran. Tema ekologis, alam pesisir, sungai, ikan belido, dan perahu kajang menjadi motif yang berulang—bukan sebagai ornamen, melainkan sebagai simbol dari ingatan kolektif dan keresahan sosial.

Jejak Pameran Dari RRI ke Bandar Lampung

Perjalanan Fir Azwar sebagai pelukis tidak berhenti di studio pribadinya. Ia membawa karya-karya ekspresifnya ke ruang publik, mempertemukan seni dengan masyarakat. Salah satu momen penting adalah pameran bertajuk Sukma Ekologis di Auditorium RRI Palembang pada November 2022. Dalam pameran ini, Fir berkolaborasi dengan Iqbal J Permana, seniman yang juga mengangkat tema ekologis dalam karya-karyanya. Sebanyak 53 lukisan dipamerkan, 30 di antaranya milik Fir Azwar.

Keduanya bahkan menciptakan lukisan kolaboratif yang ketika disatukan membentuk gambar ikan belido ikon sungai Musi yang sarat makna ekologis dan budaya. Pameran ini bukan hanya soal estetika, tetapi juga tentang membangkitkan kesadaran akan pentingnya ruang kesenian di Palembang yang inklusif dan berkelanjutan.

Tak berhenti di situ, Fir Azwar juga memamerkan karya-karyanya di Hotel The Alts Palembang, tempat yang mulai dikenal sebagai ruang alternatif bagi seniman lokal untuk menampilkan karya di luar galeri konvensional. Di sana, lukisan-lukisannya tampil dalam suasana yang lebih intim, mempertemukan seni dengan publik urban yang lebih beragam.

Puncaknya, Fir membawa semangat ekspresifnya ke luar Sumatera Selatan, dengan menggelar pameran di Gedung Kesenian Bandar Lampung. Di kota yang memiliki denyut seni yang kuat, Fir memperluas jangkauan narasi visualnya, mempertemukan tema-tema lokal dengan audiens yang lebih luas. Pameran ini menjadi bukti bahwa karya Fir tidak hanya berbicara kepada komunitas asalnya, tetapi juga mampu menyentuh lintas wilayah dan lintas generasi.

Padepokan Rendezvous Ruang Berkumpul, Ruang Berkarya

Salah satu titik penting dalam perjalanan artistik Fir Azwar adalah kehadirannya di Padepokan Seni Rendezvous, Kalidoni, Palembang. Tempat ini bukan sekadar studio atau galeri, melainkan ruang hidup bagi seni dan budaya. Fir Azwar, yang juga dikenal sebagai pemilik padepokan tersebut, menjadikan Rendezvous sebagai wadah pertemuan seniman lintas generasi dan lintas disiplin.

Di sana, ia rutin menggelar acara pembacaan puisi, diskusi sastra, dan peringatan tokoh-tokoh besar seperti Chairil Anwar. Dalam perayaan ulang tahun ke-102 Chairil Anwar, Fir bersama Komunitas Batanghari 9 dan sejumlah budayawan menghidupkan kembali semangat puisi sebagai medium perlawanan dan refleksi. Padepokan ini menjadi bukti bahwa Fir tidak hanya mencipta karya, tetapi juga mencipta ruang—ruang untuk bertumbuh, berdialog, dan berbagi makna.

Membaca Lukisan Fir: Tafsir yang Tak Pernah Final

Melihat lukisan Fir Azwar seperti membaca puisi tanpa kata. Setiap goresan mengandung kemungkinan tafsir yang berbeda. Dalam satu kanvas, kita bisa menangkap amarah, nostalgia, dan harapan sekaligus. Ia tidak memberi jawaban, melainkan mengundang pertanyaan tentang identitas, tentang ruang hidup, tentang relasi manusia dengan alam dan sejarah.

Keliaran dalam lukisan Fir bukan bentuk pemberontakan, melainkan bentuk kejujuran. Ia tidak tunduk pada estetika yang mapan, melainkan membiarkan intuisi dan pengalaman hidupnya memimpin arah karya.

Seniman yang Menjembatani Tradisi dan Kebebasan

Sebagai kepala sekolah dan guru Bahasa Indonesia, Fir Azwar telah lama menjadi penjaga nilai-nilai pendidikan dan budaya. Namun dalam dunia seni, ia memilih menjadi penjelajah. Ia menjembatani tradisi dengan kebebasan, menggabungkan disiplin dengan spontanitas. Lukisan-lukisannya adalah bukti bahwa seorang seniman tidak harus memilih antara akar dan sayap Fir Azwar memiliki keduanya.(Ali Goik)