Bandung | Duta Berita Nusantara
Insiden pelarangan sejumlah wartawan untuk meliput Pelantikan Pengurus Korpri Kota Bandung Periode 2026–2029 di Hotel Savoy Homan menimbulkan keprihatinan serius di kalangan insan pers, dan pemerhati kebijakan publik. Acara yang digelar oleh BKPSDM Kota Bandung dan dihadiri langsung oleh Wali Kota Bandung tersebut semestinya merupakan kegiatan resmi pemerintah yang terbuka bagi publik, bukan kegiatan tertutup yang dibatasi secara selektif.
Sejumlah wartawan yang hendak memasuki ruangan pelantikan ditolak oleh petugas penjaga, dengan alasan “perintah pimpinan” untuk tidak mengizinkan wartawan melakukan liputan. Ketika diminta kejelasan mengenai siapa yang menginstruksikan larangan tersebut, petugas hanya menjawab bahwa mereka “hanya bawahan” dan “mohon dimengerti”. Jawaban seperti ini dinilai klise dan justru memperkuat dugaan bahwa terdapat kebijakan internal yang tidak transparan.
Salah satu wartawan yang hadir menyampaikan keberatan keras atas tindakan tersebut.
“Masa kita tidak boleh meliput? Ada apa dengan BKPSDM Kota Bandung? Ini menimbulkan asumsi liar. Padahal kami hanya ingin meliput momen penting bagi publik,” tegasnya.
Dalam konteks pemerintahan daerah, pelantikan Pengurus Korpri adalah peristiwa publik yang secara normatif wajib diketahui masyarakat. Korpri merupakan organisasi yang menaungi ASN,proses pelantikannya adalah bagian dari penyelenggaraan birokrasi yang akuntabel dan harus bisa diakses oleh publik melalui media. Dengan ditutupnya akses wartawan, publik kehilangan hak mendapatkan informasi faktual mengenai kegiatan penyelenggaraan pemerintah.
Pelanggaran terhadap Kebebasan Pers dan Aturan Hukum
Tindakan pelarangan wartawan ini secara langsung berpotensi bertentangan dengan ketentuan hukum, di antaranya:
1. UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
Pasal 4 ayat (2) dan (3) menjamin: Kebebasan pers,Hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan informasi.
Pasal 18 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang yang menghambat tugas jurnalistik dapat dipidana dengan:
Penjara maksimal 2 tahun, atau Denda maksimal Rp500.000.000,-.
2. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
UU ini menegaskan bahwa:
Informasi publik adalah hak setiap warga negara,Badan publik wajib menyediakan akses seluas-luasnya.
Acara resmi pemerintah yang dibiayai uang negara tidak dapat dikategorikan sebagai informasi tertutup, kecuali memenuhi unsur pengecualian yang sangat spesifik — yang pada kasus ini tidak relevan sama sekali.
Maka, tindakan BKPSDM Kota Bandung dinilai tidak sejalan dengan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan governance demokratis.
Dimensi Demokrasi dan Akuntabilitas Publik
Dalam negara yang demokratis, media memiliki fungsi fundamental sebagai: Pengawas kekuasaan (watchdog),Penyampai informasi publik,Kontrol sosial.
Pembentuk opini yang rasional dan berbasis fakta
Peliputan terhadap kegiatan Korpri penting untuk memastikan birokrasi berjalan secara profesional, tidak menyimpang, dan tetap berada dalam kerangka pelayanan publik. Larangan liputan adalah preseden yang berpotensi mengarah pada:Delegitimasi publik, Tuduhan menutupi informasi, Erosi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,Kemunduran kualitas demokrasi lokal.
Analisis dan Dugaan Penyebab Penolakan Media
Berdasarkan isu-isu yang tengah berkembang di Kota Bandung, pelarangan wartawan ini tidak berdiri sendiri. Kondisi sosial-politik saat ini menunjukkan adanya tekanan dan sensitivitas tinggi terhadap pemberitaan publik.
Beberapa isu yang tengah mencuat di era kepemimpinan Farhan–Erwin antara lain:
1. Tingkat Ketidakpuasan Publik yang Signifikan
Survei Parmet menunjukkan 47,6% warga Bandung tidak puas terhadap kinerja pemerintah kota.
Isu yang paling disorot:Sampah,Lapangan kerja,Ekonomi,Layanan publik.
2. Krisis Pengelolaan Sampah
Tumpukan sampah di berbagai titik,Pengangkutan yang tidak optimal,Sungai tercemar,Stigma “Bandung Lautan Sampah” kembali muncul.
3. Keraguan terhadap Program Strategis Pemerintah
Program UMKM center dinilai belum matang,Banyak kebijakan lebih fokus pada pencitraan di media sosial daripada hasil di lapangan.
4. Dugaan Penyalahgunaan Wewenang
Erwin—selaku Wakil Wali Kota—pernah diperiksa Kejaksaan terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan.
Ini membuat pemerintah kota berada dalam sorotan publik.
5. Kontroversi Ujaran dan Komunikasi Publik
Masyarakat menilai beberapa ucapan pejabat mencederai etika publik dan budaya lokal.
KESIMPULAN — Mengapa Wartawan Ditolak Meliput?
Berdasarkan konteks isu-isu di atas, terdapat beberapa alasan logis mengapa pelarangan peliputan dapat terjadi:
1. Kekhawatiran Pemerintah terhadap Citra Publik
Dengan meningkatnya kritik masyarakat dan kondisi kinerja yang dianggap belum optimal, ada kemungkinan pihak penyelenggara mencoba mengendalikan narasi publik agar acara tidak menjadi ruang evaluasi terbuka.
2. Sensitivitas Tinggi terhadap Pemberitaan Negatif
Pemerintah kota tengah berada dalam tekanan isu: sampah, dugaan penyalahgunaan wewenang, dan ketidakpuasan publik.
Acara resmi seperti pelantikan Korpri rawan menjadi sorotan media.
3. Indikasi Minimnya Pemahaman Aparatur terhadap Aturan Pers dan KIP
Petugas yang “hanya menjalankan perintah” menggambarkan lemahnya literasi hukum dan transparansi di internal birokrasi.
4. Dugaan Upaya Menghindari Pengawasan Publik
Ketertutupan terhadap media kerap ditafsirkan sebagai indikasi adanya agenda yang tidak ingin dipublikasikan.
Ini memperkuat kecurigaan bahwa:
• Ada sesuatu yang hendak ditutupi.
• Seruan untuk Memulihkan Demokrasi Lokal
Insiden ini harus menjadi refleksi bagi Pemerintah Kota Bandung. Transparansi adalah fondasi pemerintahan modern. Pelarangan liputan bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga kemunduran demokrasi.
Kami menyerukan:
• BKPSDM dan Pemkot Bandung memberikan klarifikasi resmi.
• Memulihkan akses terbuka untuk seluruh jurnalis dalam kegiatan publik.
• Peningkatan literasi hukum aparatur terhadap UU Pers dan UU KIP.
• Mengembalikan peran media sebagai mitra strategis dalam pembangunan daerah.
Karena pada akhirnya,Pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang berani diawasi.(Burhan/DBN)













