Palembang— Duta Berita Nusantara.com
Pencairan Pinjaman Tanpa Persetujuan Pihak Investor serta Wakil Direktur Proyek, oleh salah satu oknum pimpinan bank daerah, Kantor Cabang Pembantu (KCP) di Kota Plaju, tuai sorotan publik
Pengembangan jaringan instalasi pengelolaan air limbah atau IPAL di Kota Palembang, yang dilaksanakan oleh PT. Kartika Ekayasa, menawarkan harga terendah dengan nilai perkiraan sendiri atau HPS Rp49.374.000.000 dari nilai pagu paket yang ditawarkan mencapai Rp50 miliar.
Dengan tahapan pekerjaan pembangunan jaringan pipa air limbah dengan mengacu kepada spesifikasi teknis dan gambar. Metode pekerjaan meliputi 2 jenis pekerjaan yang spesifik, yaitu pemasangan pipa saluran pembuangan dan manhole (lubang inspeksi)/box sambungan serta sambungan rumah.
Bank Sumsel Babel sebagai mitra penting memberikan fasilitas kredit atau pinjaman untuk membiayai berbagai kebutuhan proyek, seperti pembelian material, pembayaran tenaga kerja, dan pengadaan peralatan, senilai Rp. 10 Milliar di tahap pertama pihak pelaksana proyek, yg telah melunasi hutang ( PT Kartika Ekayasa ) dan telah di ketahui pihak Bank Babel cabang pembantu plaju dan PPK kegiatan tersebut
Ironisnya Bank Sumsel Babel Cabang Plaju kembali mencairkan uang cassie kembali tanpa pemberitahuan pihak investor dan wakil direktur, terindikasi terdapat dokumen data palsu, dan terindikasi terdapat pelanggaran hukum
Menanggapi hal tersebut, saat ditemui awak media, Ketua DPD BPAN_ LAI Sumsel, Syamsudin Djoesman mengatakan. Biasanya, pinjaman bank memerlukan persetujuan dari pimpinan proyek, terutama jika pinjaman tersebut terkait dengan proyek yang sedang dikelola. Namun, ada beberapa situasi di mana persetujuan pimpinan proyek mungkin tidak diperlukan, misalnya jika pinjaman tersebut untuk keperluan pribadi dan bukan terkait dengan proyek.
Secara umum, persetujuan pimpinan proyek diperlukan, katanya. Kamis (19/6/2025), Lebih lanjut ia mengatakan, tentunya peminjaman uang dari bank tanpa persetujuan pimpinan proyek merupakan pelanggaran hukum. Tindakan ini bisa dianggap sebagai tindak pidana perbankan atau tindak pidana lain, peminjaman uang tanpa persetujuan pimpinan proyek, terutama jika di sinyalir melibatkan dokumen atau data palsu, dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum,” jelasnya
Jika peminjaman ini dilakukan oleh pegawai bank atau melibatkan manipulasi data bank, maka bisa masuk dalam tindak pidana perbankan. Pasal yang relevan mungkin termasuk pelanggaran kerahasiaan bank, pemalsuan dokumen, atau penyalahgunaan wewenang.
Jika peminjaman dilakukan dengan penipuan atau pemalsuan dokumen, maka bisa dikenakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penipuan (Pasal 378 KUHP) atau pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP). terangnya
Ia menduga Pimpinan Bidang Perkreditan Bank Sumsel Babel Cabang Plaju dan T selaku Dewan Direksi PT Kartika Ekayasa terindikasi melakukan pencairan kredit fiktip, seolah pengajuan tahap ke dua tersebut digunakan untuk modal kerja pada proyek pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Pemerintah Kota Palembang
Ia menambahkan pengajuan kredit tersebut didasarkan pada Surat Perintah Kerja (SPK) dan Surat Perjanjian Pemborongan Pekerjaan (SPPP) yang diduga palsu atau fiktif. “Faktanya, pekerjaan yang diajukan tersebut tanpa sepengetahuan Pimpinan Proyek. Bahkan standar operasi prosedur atau SOP pemberian kredit sebagai acuan bagi setiap Kantor Cabang Pembantu (KCP) justeru diabaikan kreditur, bebernya
Biasanya peran oknum bank tersebut dalam sudah kerja sama dengan pengusaha agar pengusaha itu mendapat kucuran kredit. “Ada dua hal. Pertama, pengusaha itu menyuap oknum bank tersebut dan kedua pihak bank tersebut mendapat bagian dari pencairan kredit yang bermasalah itu,” jelasnya.
Maka dari itu, ketua DPD BPAN-LAI Sumsel menilai bahwa praktik tersebut mengindikasikan pelanggaran terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) dan Standar Operasional Prosedur (SOP) internal perbankan.
Mendorong pemerintah melalui lembaga pengawasan yang dibentuk untuk mencegah korupsi dengan pengawasan yang diperketat. Selain itu, penegak hukum juga harus memberikan efek jera kepada pelaku korupsi dengan menjatuhkan hukuman maksimal.
“Pertama itu, kalau itu terjadi di dalam lingkup cabang instrumen perbankan, maka harus diperketat dan polanya harus dibaca. Kalau kasus-kasus kredit fiktif berujung pada pidana korupsi, syarat-syaratnya harus diperketat, orang-orang yang akan mendapatkan kredit,” katanya.
Pihaknya juga dalam waktu dekat akan melakukan aksi Demo, meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kajati Sumsel), untuk segera melakukan pengusutan dugaan korupsi di tubuh perbankan.” Indikasi terjadinya korupsi di industri perbankan karena ada aturan yang dilanggar sehingga ada perbuatan melawan hukum,” tandasnya.
Hingga berita ini terbit, belum ada tanggapan resmi dari pihak Bank Sumsel Babel. (Sam/Dbn)