BeritaPalembang

Biosolar Dikurangi, Pengantre Ganggu Lalulintas di Ruas Jalan

8
×

Biosolar Dikurangi, Pengantre Ganggu Lalulintas di Ruas Jalan

Sebarkan artikel ini

PALEMBANG — Dampak pengurangan biosolar ke berbagai Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palembang, membuat antrean memanjang hingga ruas jalan raya.

Keadaan ini sangat membahayakan pengguna jalan raya. Dari pantauan media ini di SPBU 24.301.03 Demang Lebar Daun, kondisi antrean benar-benar parah.

Sebagai penentu kebijakan tunggal terhadap bahan bakar minyak, PT Pertamina hendaknya memberi keleluasaan bagi masyarakat untuk mengisi bahan bakar di SPBU.

“Jika terjadi seperti ini, yang dirugikan adalah masyarakat pengguna jalan raya. Sebab, akibat antrean itu, seperempat jalan dipadati mobil anteran yang memanjang,” ujar pengantre biosolar –Daniel– di SPBU Demang Lebar Daun, Selasa (23/7/2025).

Menurut Daniel, ia sudah antre di SPBU tersebut selama lebih dari dua jam. Ia juga mengatakan bahwa dalam transaksi itu masyarakat pengantre harus membayar biosolar yang dibeli melalui handphone.

“Wah, ini kacau. Sebab yang membeli minyak di SPBU ini mayoritas rakyat kecil (sopir) yang mengendarai mobil truk,” ujar Daniel dengan mimik wajah kecewa.

Ketika dikonfirmasi ke kantor layanan SPBU 24.301.03 Demang Lebar Daun, staf di sana mengatakan tak berdaya mengatasi keadaan itu.

Sebab biosolar yang biasanya dikirim PT Pertamina sebanyak 16-32 ton, saat ini hanya diterima sekitar 8 ton saja. “Akibatnya menjadi seperti ini, Mas,” jelasnya.

Sementara itu, saat awak media ini mewawancarai pemilik Bengkel mobil PASS yang bersebelahan dengan SPBU Demang Lebar Daun, Ishak Yulian Yusuf, mengatakan bahwa kondisi tak sehat seperti itu sudah berjalan lebih dari satu bulan.

“Menurut saya, pihak Pertamina harus mengembalikan keadaannya seperti semula,” ujar Ishak Yulian Yusuf yang akrab disapa Yan Najib tersebut.

Menurut sepengetahuan dia, pihak Pertamina yang selama ini telah telah mendistribusikan minyak ke SPBU di sebelah lokasi Bengkel PASS, sebanyak 16 ton.

“Tapi info yang saya terima dari petugas di lapangan, minyak solar yang dikirim Pertamina hanya delapan ton sehari. Inilah yang membuat antrean semakin memanjang hingga ke ruas jalan umum. Keadaan ini sangat berbahaya. Sebab jika pengendara tidak hati-hati, akan terjadi kecelakaan lalulintas yang menyebabkan korban jiwa,” jelas Yan Najib.

Seharusnya, kata Yan, jika Pertamina menerapkan kebijakan pengurangan distribusi minyak, perlu diturunkan petugasnya untuk memantau kondisi di lapangan.

“Ini tidak. Justru dengan keadaan yang tidak sehat tersebut, kendaraan sekelas Fortuner pun, ikut-ikutan antre biosolar di SPBU sebelah kantor kami,” katanya.

Padahal, kata dia, solar bersubsidi itu ditujukan bagi kendaraan truk, mobil box, serta kendaran lain dari jenis yang disubsidi pemerintah. “Ini pelanggaran hukum, namanya,” tambah Yan.

Sementara itu, pengamat hukum dan sosial masyarakat nasional Dr Drs Tarech Rasyid MSi, menyatakan prihatin melihat kondisi itu.

“Jika memang Pertamina menetapkan kebijakan pengurangan subsidi biosolar, harusnya dihadirkan petugasnya. Bahkan hadirkan pula pihak kepolisian di lapangan, sehingga kendaraan nonsubsidi seperti Fortuner tidak ikut antre untuk mengisi biosolar bersubsidi,” tegas Tarech.

Jika melihat kondisi di lapangan, pihak penentu kebijakan hanya menerapkan kebijakan di lapangan, tapi tidak mengontrol situasi yang merugikan masyarakat kecil seperti sopir truk, sopir taksi, serta pengendara mobil boks yang berhak menerima biosolar bersubsidi. “Ini yang perlu menjadi pertimbangan kebijakan,” tegasnya. (Anto Narasoma)