Palembang |DBN.com
Anggaran pembangunan infrastruktur Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Palembang tahun 2025 berada dalam sorotan tajam. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Laskar Garuda Indonesia (LGI) Sumsel menilai adanya disparitas ganda yang menunjukkan masalah serius dalam perencanaan, yang berpotensi menyebabkan kegagalan serap anggaran dan atau risiko kualitas proyek yang buruk.
Ketua DPW LGI Sumsel, Al Anshor, S.H., C.MSP., menemukan adanya dua kesenjangan anggaran yang mengkhawatirkan, Kesenjangan Target vs. Rencana (Internal 2025): Pagu Indikatif (target maksimal) yang ditetapkan Pemkot sebesar Rp 520,33 Miliar (berdasarkan RKPD), namun Pagu Perencanaan yang diinput ke sistem dinas baru Rp 436,97 Miliar.
“Ada selisih lebih dari Rp 83 Miliar yang menunjukkan dana yang seharusnya dikelola belum seluruhnya diterjemahkan ke dalam daftar proyek konkret. Ini adalah indikasi awal bahwa dinas belum menyusun program sesuai target, sehingga dana itu berpotensi besar menjadi dana yang tidak terpakai (gagal serap),” tegas Al Anshor.
Pagu Perencanaan 2025 yang baru sebesar Rp 436,97 Miliar akan membiayai hanya 966 paket proyek. Jumlah ini turun drastis dibandingkan Pagu Perencanaan tahun 2024 yang mencapai Rp 772,77 Miliar dengan 1747 paket proyek.
“Penurunan ini memperlihatkan adanya potensi masalah besar dalam perencanaan dan alokasi prioritas, yang berdampak langsung pada sedikitnya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di Palembang,” tambahnya.
Al Anshor menambahkan bahwa masalah dapat diperburuk oleh faktor waktu, Proyek PUPR memerlukan proses tender minimum 1,5 hingga 2,5 bulan, dan proyek skala menengah membutuhkan waktu pengerjaan fisik ideal 4 sampai 8 bulan.
“Saat ini sudah pertengahan Oktober. Proses lelang proyek menengah sudah terlambat dan secara teknis tidak mungkin selesai di tahun 2025. Jika kontrak dipaksakan, proyek akan selesai di tahun depan, yang secara otomatis menjadikan nilai anggarannya terhitung sebagai gagal serap di tahun ini,” jelasnya.
Menurut LGI, pemaksaan durasi pengerjaan menimbulkan risiko mutu yang tinggi. “Jika serapan dipaksakan di Triwulan IV, standar teknis dan waktu pengeringan beton/aspal akan diabaikan. Apalagi saat musim hujan Palembang, pengerjaan yang terburu-buru hanya akan menghasilkan infrastruktur yang rapuh, cepat rusak, dan berumur pendek,” pungkas Al Anshor.
LGI Sumsel mendesak Walikota Palembang untuk segera mengevaluasi manajemen Dinas PUPR. Dana publik harus menghasilkan infrastruktur yang berkualitas, bukan hanya sekedar menghabiskan sisa waktu anggaran. (Iyal/raja)