Duta Berita Nusantara | Palembang
Dalam rangka memperingati Hari Amal Bakti Kementerian Agama Republik Indonesia, UIN Raden Fatah Palembang menggelar Talkshow & Pementasan Wayang Palembang, Rabu (24/12/2025) di Gedung Rektorat UIN Raden Fatah Palembang, Kampus B Jakabaring.
Rektor UIN Raden Fatah Palembang Prof. Dr. Muhammad Adil, M.A mengatakan pihaknya sengaja i menghadirkan kegiatan budaya yang menginspirasi.
“Melalui talkshow dan pementasan Wayang Palembang, kita diajak mengenal kembali kekayaan seni tradisi lokal yang sarat nilai, filosofi, dan edukasi,” katanya.
Selain itu menurut Adil, acara ini menjadi ruang apresiasi budaya sekaligus penguatan identitas lokal di tengah masyarakat kampus.
“Mari bersama merayakan seni, melestarikan tradisi, dan memperkuat kecintaan kita pada budaya Palembang,” katanya.
Selain itu Adil menegaskan akan menjadikan pertunjukan Wayang Palembang rutin dijadikan agenda tahunan.
“Tadi sudah kita sampaikan dengan Ki Dalangnya untuk mendampingi melatih adek adek di UIN Raden Fatah Palembang,” katanya.
Sedangkan Dekan Fakultas Adab dan Humaniora (FAHUM) UIN Raden Fatah Palembang Prof. Dr. Endang Rochmiatun, S.Ag., M.Hum menilai Pagelaran Wayang Palembang sebagai wujud pelestarian warisan budaya lokal yang sarat dengan nilai moral, kearifan, dan spiritualitas.
“Pagelaran ini menjadi ruang refleksi akan peran seni tradisi sebagai media dakwah kultural, pemersatu masyarakat, serta penguat nilai-nilai keagamaan dan kebangsaan,” katanya.
Selain itu menurutnya melalui iringan gamelan dan lakon penuh makna, Wayang Palembang terus hidup sebagai identitas budaya yang patut dijaga dan diwariskan kepada generasi mendatang,
Sedangkan Wirawan Rusdi, dalang Wayang Palembang memaparkan perjalanan panjang wayang kulit di Bumi Sriwijaya. Ia menjelaskan bahwa kesenian ini dibawa oleh rombongan bangsawan Demak yang bermigrasi ke Palembang pada masa lampau di era Kerajaan Palembang. Dua tokoh penting dalam penyebaran seni pedalangan itu adalah Pangeran Sidoing Lautan dan Kigede Ing Suro.
“Pada awalnya, pertunjukan wayang dimainkan di lingkungan istana. Namun karena berbagai kondisi, termasuk tekanan kolonial Belanda, keluarga kesultanan akhirnya menyebar ke pelosok Sumatera Selatan. Para dalang dan pengrawit pun ikut keluar dari keraton, sehingga kesenian ini diwariskan dan disimpan secara pribadi,” ujar Wirawan.
Warisan budaya tersebut kemudian dirawat oleh generasi terdahulu dari keluarga Wirawan Rusdi
Menurutnya Sanggar Sri Wayang Kulit Palembang berdiri pada 1959 setelah keluarganya membeli dan memelihara koleksi wayang milik dalang ternama Abdul Rahim. Meski sebagian alat musik gamelan telah hilang, beberapa instrumen seperti peking, kendang, dan kenong masih digunakan hingga hari ini.
Sanggar ini menurutnya sempat mengalami pasang surut, namun berkat kegigihan keluarganya , tradisi wayang Palembang kembali hidup.
Kini ia membuka sanggar di Kelurahan 36 Ilir, Jalan Buntung, dan menyambut masyarakat yang ingin belajar atau meneliti wayang kulit Palembang.(Ali Goik)













